FISIP Unila Gelar Talkshow Bertajuk Bijak Bermedsos Saring Sebelum Sharing

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung (Unila) mengadakan Talkshow bertajuk Bijak Bermedsos Saring Sebelum Sharing bersama PRO 1 RRI Bandarlampung, berlokasi di Mimbar Mahasiswa FISIP Unila dan Live Youtube RRI Bandarlampung, pada Kamis (16/6/2022).   

Acara tersebut dipandu oleh Indra Julianta selaku Presenter PRO 1 RRI Bandarlampung dan menghadirkan tiga pembicara antara lain Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad selaku Kabid Humas Polda Lampung, Dra. Ida Nurhaida, M.Si., selaku Dekan FISIP Unila, dan Juniardi SIP. M.H. selaku Wakil Ketua Bidang Advokasi dan Pembelaan Wartawan PWI Lampung.

Dalam kegiatan tersebut diawali dengan pembukaan berupa sambutan, penyampaian dialog secara bergilir, sesi tanya jawab, dan penutup. Kegiatan tersebut berfokus pada pengguna medsos agar bijak dalam menyaring informasi terlebih dahulu sebelum disebarluaskan.

Dra. Ida Nurhaida, M.Si., selaku Dekan FISIP Unila mengatakan bahwa berita bohong yang terjadi dalam dunia digital bukan sesuatu yang baru ada.

“Kalau dilihat soal berita bohong ini bukanlah sesuatu yang baru muncul,” ungkapnya.

Ia juga menambahkan bahwa dengan fenomena ini mengakibatkan adanya kerusakan dari masa ke masa yang berbeda. Mulanya hanya secara sempit, semenjak adanya media digital jutsru semakin meluas.

“Awalnya ketika kita masih mengandalkan komunikasi lisan, kerusakan hanya di sekitar saja. Ketika bertemu dengan media, informasi semakin meluas jangkauannya dan jenisnya bertambah,” jelasnya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa seluruh masyarakat akan terkena dampak dari kerusakan digitalisasi ini, tanpa memandang jenjang pendidikannya.

“Masalah ini sebenarnya menyerang juga pada orang yang berpendidikan dengan asupan sosial yang tinggi, akses informasi banyak, nyatanya juga bisa ikut berdampak. Begitu mudah orang menggeser jempolnya untuk sharing tanpa adanya saring,” ungkapnya.

“Ranah pribadi menjadi umum dan ranah umum menjadi pribadi. Dalam keadaan sekarang yang paling penting adalah menerapkan literasi, serta punya pengetahuan yang cukup dalam ranah hukum atau teknologi digital agar mengetahui risikonya” lanjut Dekan FISIP Unila.

Sejalan dengan pengungkapan sebelumnya, Juniardi SIP. M.H. selaku Wakil Ketua Bidang Advokasi dan Pembelaan Wartawan PWI Lampung berkata jika kontennya masih abu-abu jangan dimunculkan.

 “Jika ada yang mendengar kabar yang mengagetkan jangan di share dulu, dicari di konten-konten seperti media daring. Ada nggak di situ, jadi itu salah satu cara sederhana aja. Jadi kalau ada biasanya muncul, kalau ragu-ragu jangan dimunculkan,” jelasnya.

Bahkan kini siapa saja bisa menjadi wartawan, namun produknya jelas tidak sama dengan wartawan yang berhubungan dengan pers. Hal ini diungkapkan olehnya dalam Talkshow tersebut.

“Jadi memang kini semua bisa menjadi wartawan, tapi kalau produknya berbeda dengan wartawan yang kompeten dengan media pers. Kalau di media sosial itu namanya baru informasi, tanggungjawab persnya meluruskan hal itu,” pungkas Juniardi.

“Kalau di pers menjadi sumber informasi, tapi pers punya kewajiban dengan menguji kembali kebenarannya, melihatnya dari cover both side. Jadi kalau ada informasi, tidak buru-buru, dan harus dicari dulu,” lanjutnya.

Bersinggungan dengan ranah hukum, Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad selaku Kabid Humas Polda Lampung menjelaskan mengenai undang-undang terkait digitalisasi dengan upaya polisi.

“Dengan adanya Undang-Undang ini, Polri sudah membaca situasi yang artinya harus bertindak persuasif dan preventif, salah satunya sosialiasi. Apalagi sekarang sudah ada peraturan presiden dan peraturan pemerintah No. 61 tahun 2010 tentang keterbukaan informasi publik. Keterbukaan ini memang sudah tidak bisa kita batasi lagi,” katanya.

Menurutnya, segala macam ekspresi yang dilakukan dalam media sosial sudah menjadi kebiasaan dari masyarakat.

“Sejalan dengan era teknologi, orang sekarang ingin sekali mengekspresikannya di depan sosmed. Sudah menjadi habitual action namanya sekarang. Setiap pagi begitu bangun yang dicari handphone,” ungkap Kombes Pol Zahwani.

“Terkait dengan peraturan dari Kapolri dengan adanya surat edaran No. 8 tahun 2014 tentang restorastive justice. Jadi tidak semua yang dilaporkan kepada polisi akan diproses, tapi harus ada mediasi,” lanjutnya.

Dalam kaitannya dengan hukum, Kombes Pol Zahwani menjelaskan resiko dari salah satu pasal dalam UU ITE.

“Media itu harus disaring sebelum nantinya di sharing, karena sudah ada UU yang mengikat. Tidak ada hukuman yang ringan jika sudah diproses, dalam Pasal 45 ayat (1) UU ITE, disebutkan bahwa dipidana penjara paling lama 6 tahun dan denda 1 miliar rupiah,” jelasnya.

Ia juga memberikan harapannya terkait dengan sikap masyarakat guna bijak bermedia sosial dalam dunia digital.

“Saya berharap agar seluruh masyarakat bijak dalam bermedia sosial, tetap saring informasi tersebut, telaah kembali, kemudian baru bisa di sharing,” harap Kabid Humas Polda Lampung.