Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung (FISIP Unila) menyelenggarakan seminar internasional bertajuk “People-First Housing: A Roadmap from Homes to Jobs to Prosperity in Indonesia” pada Rabu, 24 Oktober 2025, bertempat di Gedung D.31 FISIP Unila. Kegiatan ini menghadirkan pakar dari Bank Dunia (World Bank) dan Kedutaan Besar Australia untuk membahas perumahan inklusif sebagai fondasi pembangunan sosial ekonomi masyarakat Indonesia.
Seminar ini menghadirkan empat narasumber utama, yakni Wael Mansour (Senior Economist, World Bank), Luis Triveno (Senior Urban Development Specialist, World Bank), Anisa Antono (Senior Program Manager – Australian Embassy), dan Maulyati N. Slamet (External Affairs Officer, World Bank). Para narasumber menyoroti pentingnya transformasi kebijakan perumahan yang tidak hanya berfokus pada aspek fisik pembangunan, tetapi juga keterhubungannya dengan akses pekerjaan, layanan publik, peningkatan kualitas hidup, serta daya saing ekonomi masyarakat.
Dalam sambutannya, Anisa Antono selaku perwakilan Kedutaan Besar Australia menyampaikan bahwa isu perumahan juga menjadi salah satu prioritas kebijakan di Australia, sehingga membuka peluang bagi kedua negara untuk berbagi pembelajaran.
Dalam sambutannya, Prof. Dr. Noverman Duadji, S.Sos., M.Si., selaku Wakil Dekan I FISIP Unila, menyampaikan bahwa isu perumahan berkelanjutan merupakan topik yang sangat strategis untuk diangkat, mengingat perannya yang tidak hanya berkaitan dengan penyediaan tempat tinggal, tetapi juga dengan pembangunan manusia dan stabilitas ekonomi nasional. Perumahan kini dipandang semakin terkait dengan dinamika makroekonomi, ketenagakerjaan, serta peluang mobilitas sosial, sehingga pembahasannya perlu dilakukan secara lintas sektor dan berbasis riset.
Diskusi semakin mendalam melalui sesi tanggapan dari Prof. Dr. Ari Darmastuti, M.A., selaku discussant, yang memberikan perspektif mengenai keterkaitan kebijakan perumahan dengan dinamika demografi Indonesia. Beliau menegaskan bahwa tantangan sektor perumahan tidak hanya terkait ketersediaan lahan dan infrastruktur, tetapi juga perubahan struktur penduduk, urbanisasi, mobilitas tenaga kerja, serta kesenjangan antarwilayah. Oleh karena itu, perencanaan perumahan perlu mempertimbangkan karakteristik demografis agar responsif terhadap kebutuhan masyarakat masa kini dan masa depan.
Dari sisi makroekonomi, Wael Mansour menguraikan bahwa Indonesia tengah menghadapi tekanan akibat meningkatnya ketidakpastian global yang melemahkan arus modal masuk dan memicu arus keluar modal, sehingga memengaruhi stabilitas nilai tukar rupiah. Meskipun demikian, koordinasi kebijakan moneter dan fiskal yang efektif mampu menjaga kondisi makroekonomi tetap relatif stabil. Namun, tantangan terbesar bagi Indonesia saat ini adalah kebutuhan untuk menciptakan lebih banyak lapangan kerja yang berkualitas, terutama bagi generasi muda. Walaupun tingkat partisipasi angkatan kerja menunjukkan peningkatan, sebagian besar pekerjaan yang tercipta masih berada di sektor dengan nilai tambah rendah. Ini berakibat pada kurang berkembangnya upah riil, sehingga berdampak pada pertumbuhan konsumsi kelas menengah.
Dalam jangka pendek, Mansour mencatat perlunya peningkatan efektivitas komunikasi kebijakan, belanja untuk program-program pro-pertumbuhan, serta percepatan reformasi yang mendukung penciptaan pekerjaan berkualitas. Untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dalam jangka panjang dan mewujudkan target menjadi negara berpendapatan tinggi pada tahun 2045, reformasi struktural serta kebijakan untuk meningkatkan iklim usaha yang sehat, deregulasi, pengembangan sektor swasta, dan peningkatan daya saing dapat terus dijadikan prioritas.
Sementara itu, Luis Triveno menegaskan bahwa perumahan bukan sekadar membangun dinding dan atap, melainkan ekosistem yang berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Sektor perumahan berkontribusi sekitar 10% terhadap PDB, dan program pembangunan perumahan yang digaungkan Presiden Prabowo dinilai dapat dicapai dengan pilihan kebijakan yang tepat, reformasi yang kuat, dan mobilisasi investasi yang optimal. Sementara Indonesia memiliki kapasitas yang besar dalam penyediaan infrastruktur permukiman, pasar KPR yang masih relatif kecil justru menyisakan ruang signifikan bagi potensi pertumbuhan. Namun, tantangannya bukan hanya membangun rumah baru, tetapi juga menyeimbangkan antara perumahan baru dan peningkatan kualitas hunian yang terjangkau, antara pembiayaan oleh pemerintah dan peran modal swasta, serta antara kelayakhunian dan akses terhadap pekerjaan. Pendekatan yang seimbang, kepercayaan yang terbangun, dan kesiapan menghadapi ketidakpastian menjadi kunci keberhasilan kebijakan perumahan ke depan. Melalui penyelenggaraan seminar ini, FISIP Unila meneguhkan komitmennya sebagai pusat dialog akademik dan kebijakan publik. Kegiatan ini juga menjadi sarana pertukaran pengetahuan antara akademisi dan praktisi global, sehingga civitas akademika dapat berperan lebih aktif dalam memberikan kontribusi nyata bagi pengembangan solusi strategis atas tantangan pembangunan perumahan di Indonesia.

 



 
							 
							